1. Pengertian
Pejanjian Kerja
Definisi perjanjian
kerja menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) adalah perjanjian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian
kerja harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak yang membuatnya.
Perjanjian kerja adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu adanya suatu
pedoman/aturan dalam pelaksanaan hubungan kerja.
Fungsi
Perjanjian Kerja Bersama adalah sarana untuk memuat dan menuangkan kesepakatan
baru yang didasari atas kesepakatan antara serikat pekerja/buruh dengan
pengusaha yang disebut Lex Special artinya sebuah prodak yang tidak diatur
dalam Undang – undang maka dia akan menjadi normatif bila mana sudah disepakati
dan dituangkan dalam PKB serta telah diketahui oleh Dinas yang terkait dan
mengikat kedua belah pihak untuk dilaksanakan.
2. Perjanjian Kerja Bersama
2. Perjanjian Kerja Bersama
Ketentuan mengenai Perjanjian
Kerja Bersama (“PKB”) diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (“UU No. 13/2003”) dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama (“Permenaker 16/2011”).
Berdasarkan
Pasal 1 angka 2 Permenaker 16/2011, PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dankewajiban kedua
belah pihak.
Pasal
22 Permenaker 16/2011 mengatur bahwa PKB paling sedikit memuat:
1.
nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;
2.
nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
3.
nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
4.
hak dan kewajiban pengusaha;
5.
hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta
pekerja/buruh;
6.
jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
7.
tanda tangan para pihak pembuat PKB.
PKB
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 124 ayat (3) UU No. 13/2003 mengatur bahwa apabila isi PKB bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang
bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan.
Dalam
satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Apabila
perusahaan memiliki cabang maka dibuat PKB induk yang berlaku di semua
cabang perusahaan atau dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di
masing-masing cabang perusahaan.
PKB
induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang
perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan
kondisi cabang perusahaan masing-masing. Dalam hal PKB induk telah berlaku di
perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang perusahaan, maka
selama PKB turunan belum disepakati tetap berlaku PKB induk.
3. Pendaftaran PKB
Pendaftaran
PKB dilakukan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan. Pengajuan pendaftaran PKB dilakukan dengan melampirkan naskah
PKB yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) bermaterai cukup yang telah
ditandatangani oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pengajuan
pendaftaran PKB dibuat dengan menggunakan format dalam Lampiran IV Permenaker
16/2011. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib
meneliti kelengkapan persyaratan formal dari format pengajuan pendaftaran PKB
dan/atau materi naskah PKB dan menerbitkan surat keputusan pendaftaran PKB
dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan
pendaftaran. Dalam hal persyaratan pengajuan pendaftaran dengan menggunakan
format tidak terpenuhi dan/atau materi PKB bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, maka pejabat instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan memberi catatan pada surat keputusan pendaftaran.
4. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
Berdasarkan Pasal 56
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No.13/2003”),
terdapat 2 (dua) jenis perjanjian kerja, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu
dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”).
Hubungan kerja
Berdasarkan
Pasal 51 UU No.13/2003 perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun
tulisan. Apabila perjanjian kerja tersebut dibuat secara lisan, maka pemberi
kerja berkewajiban untuk mengeluarkan surat pengangkatan untuk pekerja. Surat
penangkatan tersebut sekurang-kurangnya berisi informasi tentang (i) nama dan
alamat pekerja, (ii) tanggal pekerja mulai bekerja, (iii) tipe pekerjaan yang
akan dilakukan oleh pekerja, (iv) jumlah upah yang menjadi hak pekerja.
Berdasarkan Pasal 54
ayat (1) UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya memuat:
1.
nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2.
nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
3.
jabatan atau jenis pekerjaan;
4.
tempat pekerjaan dilakukan;
5.
besarnya upah dan cara pembayarannya;
6.
syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh;
7.
mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
8.
tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
9.
tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Berdasarkan
Pasal 60 UU No.13/2003 perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
diperbolehkan untuk memberlakukan masa percobaan. Masa percobaan ini tidak
dapat lebih dari 3 (tiga) bulan dan selama masa percobaan dilarang untuk
memberikan upah dibawah upah minimum.
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja pun
dapat diakhiri bilamana:
1.
pekerja meninggal dunia;
2.
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
3.
adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
4.
adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Berakhirnya
perjanjian kerja sebagaimana tersebut di atas diatur dalam Pasal 61 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja tidak
berakhir dikarenakan meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan
yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan
perusahaan, maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru,
kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi
hak-hak pekerja/buruh. Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia,
ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan
dengan pekerja/buruh, sedangkan dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli
waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Berdasarkan Pasal
62 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa apabila salah satu pihak mengakhiri
hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri
hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah
pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Hal
ini merupakan asas fairness (keadilan) yang berlaku baik pengusaha maupun
pekerja agar kedua saling mematuhi dan melaksanakan perjanjian kerja yang telah
dibuat dan ditandatangani.
0 komentar:
Post a Comment